BEKASI, AFKNNEWS–Dalam catatan sejarah, banyak pemuda yang menjadi penggerak terjadinya perubahan. Hal ini diungkap Dr Hendri Shalahuddin, MA saat menjadi pemateri hari kelima Study Motivation Training (SMT) 2024 di Pondok Pesantren Nuu Waar Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN), Setu Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/7/2024).
Dr Hendri menyebut nama sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam Usamah bin Zaid. “Usamah bin Zaid usianya 18 tahun dipercaya oleh Nabi untuk memimpin perang. Orang yang dipimpinnya itu sahabat sahabat Nabi yang lebih senior,” ungkap Dr Hendri kepada ratusan santri Nuu Waar peserta SMT.
Kemudian Sultan Muhammad Al-Fatih. Pada usia 19 tahun Al Fatih telah diangkat menjadi Sultan. Kemudian usia 21 tahun berhasil menaklukkan Konstantinopel.

“Setelah ditaklukan nama Konstantinopel diganti menjadi Istanbul asal katanya the city of Islam. Artinya kota Islam, Darul Islam, negeri Islam,” ujar Dr Hendri, Dosen Universitas Darussalam Gontor ini.
Dalam satu literasi, jelas Dr Hendri, Sultan Al Fatih adalah sosok yang jarang tertawa terbahak-bahak. Dia sangat cerdas. Sangat pintar dan kuat.
“Kuat sekali menahan dingin. Cuaca di Turki itu, di Istanbul itu paling dingin minus tujuh. Kulkas itu nol derajat, bisa membuat air beku,” ungkap Dr Hendri.
Sultan Al Fatih juga kuat menahan panas. Di Turki di perbatasan Suriah kalau muslim panas 50 derajat.
“Di Indonesia di Jakarta paling panas 36 derajat. Kalau 50 derajat wah pusing. Sultan Al Fatih kuat. Kuat menahan lapar dan haus,” kata Dr Hendri.
Sultan Al Fatih pandai menguasai bahasa asing. Bisa bahasa Turki, Yunani, Serbia, Arab dan bahasa asing lainnya. Ia juga berwawasan global, pandai geografi dan memahami budaya bangsa dunia.

Dalam konteks Indonesia, sebagai pemuda penggerak Dr Hendri menyebut nama Bung Tomo. Pada 10 November 1945, Bung Tomo yang saat itu berusia 45 tahun memimpin perlawanan besar-besaran rakyat Indonesia di Surabaya melawan sekutu. Momen tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.
“Ada lagi Jenderal Sudirman. Berusia 29 tahun saat diangkat menjadi Panglima Besar TKR (Tentara Keamanan Rakyat) sekarang TNI,” kata Dr Hendri.
Pemuda penggerak lainnya adalah tiga bersaudara pendiri Pondok Modern Gontor pada tahun 1926.
Mereka adalah Ahmad Sahal saat itu berusia 25 tahun. Kemudian Zainuddin Fananie saat itu berusia 18 tahun. Dan Imam Zarkasyi saat itu berusia 16 tahun.
Pada kesempatan ini, Dr Hendri mendorong santri Nuu Waar untuk mengambil teladan menjadi pemuda penggerak dan menggerakkan.
“Pemuda itu penggerak dan menggerakkan,” tegas Dr Hendri.
Menurut Dr Hendri, tantangan pemuda saat ini semakin kompleks, yakni invasi pemikiran.

Pertama, feminisme. Para aktivitis feminisme, mereka membenci wanita yang tidak sepaham dengan mereka.
Kedua, pluralisme agama. Menurut Dr Hendri, pluralisme agama adalah bentuk syirik modern.
“Karena mengakui agama sama benarnya. Sama-sama menyembah Tuhan yang sama. Ini yang namanya syirik modern,” ujar Dr Hendri.
Ketiga, sekularisme. “Sekularisme ini kalau sekolah gak usah bawa-bawa agama. Kalau ke kantor gak usah bawa bawa agama. Kalau kerja gak usah bawa bawa agama. Agama hanya ada di Masjid,” terang Dr Hendri.
Keempat, liberalisme.
Kelima, ekstrimisme. “Orang merayakan maulid dikafirkan. Anti perbedaan. Padahal dalam Islam sangat lentur dalam masalah-masalah fikih,” kata Dr Hendri.
Kelima, radikalisme.
Keenam, aliran sesat. Syiah, jelas Dr Hendri adalah bagian aliran sesat.
“Syiah itu sesatnya di mana? Mereka itu ada taqiyah. Kawin mut’ah, kawin kontrak,” ungkap Dr Hendri.*