BEKASI, AFKNNEWS–Ustaz Mu’allim Alfian Sulaiman Asmuruf bertugas sebagai khatib shalat Jumat di Masjid Agung Nuu Waar Setu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (7/2/2025).

Pada awal khotbahnya, Ustaz Mu’allimin mengungkapkan sebuah kisah.

Dalam kitab Tanbih al-Ghafilin diceritakan, tiga orang laki-laki terjebak dalam sebuah gua saat turun hujan deras. Malang nasib mereka karena sesaat kemudian batu besar terjatuh dan menutup pintu gua, sehingga tidak memungkinkan mereka keluar kecuali ada bantuan. Dalam kepanikan demikian, mereka bermunajat kepada Allah, karena mereka berpikir hanya Allah dan amal saleh merekalah yang mampu menolongnya.

“Salah seorang dari mereka berdoa dan menyatakan bahwa pernah satu ketika dia akan terperosok dalam perbuat zina, namun dia sadar dan segera menghindar serta bertobat. Ia berdoa, jika hal demikian termasuk amal saleh maka sudilah kiranya Allah memberinya pertolongan. Lantas batu besar yang menutup gua tersebut bergeser sedikit,” ungkap Ustaz Mu’allim dalam khotbahnya.

Orang kedua lantas mengadukan kebaikannya dan berharap batu penutup gua tersebut terbuka. Dia menyatakan bahwa dia bekerja keras dan tulus di sebuah ladang. Dia memiliki hasil jerih payah dalam jumlah yang banyak berupa sapi, kambing, dan kebutuhan lainnya. Lantas dia memberikan harta tersebut pada orang yang dulu pernah mengadu padanya karena upah yang diberikan dirasa kurang. Orang tersebut kemudian menyatakan, jika amal tersebut adalah bagian amal saleh maka ia memohon kepada Allah untuk memberinya pertolongan. Tak lama kemudian batu bergeser sedikit.

Orang ketiga, kata Ustaz Mu’allim kemudian menyampaikan amal kebaikannya. Dia menceritakan bahwa dia memiliki orang tua yang sudah lanjut usia. Pada suatu malam dia mengirimkan makanan. Namun begitu sampai di rumah orang tuanya, mereka sedang tertidur pulas. Ia tidak tega membangunkan, dan tidak beranjak sedikit pun dari rumah tersebut untuk menjaga makanan yang dia bawa. Padahal saat itu, kambing-kambingnya masih berada di tengah lapang dan dapat dimangsa serigala jika tidak segera diambilnya. Namun dia memilih menjaga makanan yang dia bawa untuk kedua orang tuanya hingga fajar tiba.

“Orang ini lantas mengatakan bahwa jika perbuatan tersebut termasuk amal saleh, hendaklah Allah menolongnya saat itu. Lantas batu besar yang menutup pintu gua tersebut terbuka hingga mereka bertiga dapat keluar bebas,” kata Ustaz Mu’allim.

Menurut Ustaz Mu’allim, cerita tersebut memberikan hikmah pada kita bahwa ada tiga amal saleh yang dapat menjadi wasilah penolong kita saat menghadapi kesulitan atau kesusahan, yakni menghindari zina, ketulusan sedekah, dan berbuat baik pada kedua orang tua.

“Salah satu yang penting dalam peristiwa tersebut adalah amal saleh kepada orang tua yang dapat menjadi penyelamat mereka,” tegas Ustaz Mu’allim.

Ustaz Mu’allim melanjutkan, berbuat baik pada orang tua adalah kewajiban setiap anak. Kewajiban ini diperintahkan Allah dan Rasulullah dalam berbagai redaksi ayat Al-Qur’an ataupun hadist Nabi. Bahkan kewajiban berbuat baik pada kedua orang tua, dalam Al-Qu’ran, disebut setelah kewajiban menyembah atau beribadah kepada-Nya.

Ustaz Mu’allim mengutip firman Allah Subhanahu wa Ta’ala Surat An-Nisa ayat 36:

وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Sembahlah Allah dan “janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.”

Kalimat “wa bil walidaini ihsana” ini juga diulang dalam Surat Al-Isra ayat 23 dan Surat Al-An’am ayat 151.

Dalam Surat Al-Isra ayat 23 disebutkan:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوْا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Dan Tuhanmu memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tua.”

Menurut Ustaz Mu’allim, berbuat baik pada orang tua dapat kita wujudkan dalam berbagai bentuk, seperti menghormatinya, memuliakannya, berkata lembut, tidak melukai perasaannya, mewujudkan cita-cita luhurnya, memberikan sedekah kepadanya, dan lain sebagainya. Orang tua kita, dalam berbagai riwayat dan cerita, adalah kunci kehidupan kita baik di dunia ataupun di akhirat kelak.

Dalam kitab Durrah al-Nashihin diceritakan Nabi Musa ingin mencari tahu orang yang akan menjadi temannya di surga. Lantas dia diperintahkan Allah untuk pergi ke pasar dan menemui seorang tukang jagal. Nabi Musa keheranan, kenapa menemui tukang jagal miskin? Jawabannya ia dapatkan setelah mengikuti tukang jagal itu pulang ke rumahnya. Tukang jagal tersebut adalah orang yang merawat ibunya yang sudah sangat renta dan lumpuh, dia memasakkan hidangan untuk ibunya dan menyuapinya setiap hari. Saat itu, Nabi Musa mendengar ibu itu berdoa, “Ya Allah jadikan putraku teman Nabi Musa di Surga”.

Berbakti kepada orang tua tidak hanya ketika mereka berdua masih hidup, tetapi saat keduanya telah tiada pun, kita tetap bisa berbakti kepadanya. Bisa dengan harta benda yang kita miliki ataupun dengan bacaan Al-Qur’an dan doa-doa yang kita panjatkan untuk keduanya. Arwah orang tua kita akan menerimanya sebagai hadiah yang indah ketika di alam barzah. Rasulullah memberikan cara bagaimana berbakti pada orang tua yang telah meninggal dunia.

“Semoga kita menjadi orang-orang yang mampu terus berbakti kepada kedua orang tua, kapanpun dan di manapun kita berada. Semoga bakti kita kepada orang tua, menjadikan ridha Allah untuk kebaikan kita baik di dunia ataupun akhirat kelak,” ujar Ustaz Mu’allim mengakhiri khotbah pertama.

Khotbah kedua, Ustaz Mu’allimin menyampaikan doa.*